Minggu, 04 November 2012

Hukum yang mewajibkan berjilbab.


Telah menjadi suatu ijma' bagi kaum Muslimin di semua negara dan  di  setiap  masa  pada  semua  golongan  fuqaha, ulama,ahli-ahli hadis dan ahli tasawuf, bahwa  rambut  wanita  itu termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka dihadapan orang yang bukan muhrimnya.

Adapun sanad  dan  dalil  dari  ijma'  tersebut  ialah  ayat Al-Qur'an:

"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya,     dan janganlah menampakkan  perhiasannya, kecuali     yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka     menutupkan kain kerudung ke dadanya, ..."    (Q.s. An-Nuur: 31).

Maka,  berdasarkan  ayat  di atas, Allah swt. telah melarang bagi  wanita  Mukminat  untuk  memperlihatkan  perhiasannya. Kecuali  yang  lahir  (biasa  tampak). Di antara para ulama, baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa rambut  wanita  itu  termasuk  hal-hal  yang  lahir;  bahkan ulama-ulama yang  berpandangan  luas,  hal  itu  digolongkan perhiasan yang tidak tampak.

Dalam  tafsirnya,  Al-Qurthubi mengatakan, "Allah swt. telah melarang kepada kaum  wanita,  agar  dia  tidak  menampakkan perhiasannya   (keindahannya),  kecuali  kepada  orang-orang tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak."

Ibnu Mas'ud berkata, "Perhiasan yang  lahir  (biasa  tampak) ialah   pakaian."  Ditambahkan  oleh  Ibnu  Jubair,  "Wajah" Ditambah pula oleh Sa'id Ibnu Jubair dan  Al-Auzai,  "Wajah, kedua tangan dan pakaian."

Ibnu  Abbas,  Qatadah  dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata, "Perhiasan (keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan dan cincin termasuk dibolehkan (mubah)."

Ibnu Atiyah berkata, "Yang jelas bagi saya ialah yang sesuai dengan arti ayat tersebut, bahwa wanita diperintahkan  untuk tidak  menampakkan  dirinya dalam keadaan berhias yang indah dan supaya berusaha  menutupi  hal  itu.  Perkecualian  pada bagian-bagian  yang  kiranya berat untuk menutupinya, karena darurat dan sukar, misalnya wajah dan tangan."

Berkata Al-Qurthubi, "Pandangan Ibnu  Atiyah  tersebut  baik sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak di waktu biasa  dan  ketika  melakukan  amal  ibadat,  misalnya salat, ibadat haji dan sebagainya."

Hal  yang  demikian  ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah r.a. bahwa ketika Asma' binti  Abu Bakar  r.a.  bertemu dengan Rasulullah saw, ketika itu Asma' sedang  mengenakan  pakaian  tipis,  lalu  Rasulullah   saw. memalingkan muka seraya bersabda:
"Wahai Asma'! Sesungguhnya, jika seorang wanita      sudah sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi     dirinya menampakkannya, kecuali ini ..." (beliau mengisyaratkan pada muka dan tangannya).

Dengan demikian, sabda Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa rambut  wanita   tidak   termasuk   perhiasan   yang   boleh ditampakkan, kecuali wajah dan tangan.

Allah  swt.  telah  memerintahkan  bagi  kaum wanita Mukmin, dalam  ayat  di  atas,  untuk  menutup  tempat-tempat   yang biasanya  terbuka  di  bagian dada. Arti Al-Khimar itu ialah "kain  untuk  menutup  kepala,"  sebagaimana   surban   bagi laki-laki,   sebagaimana  keterangan  para  ulama  dan  ahli tafsir. Hal ini (hadis  yang  menganjurkan  menutup  kepala) tidak terdapat pada hadis manapun.

Al-Qurthubi  berkata,  "Sebab  turunnya  ayat tersebut ialah bahwa pada masa itu kaum wanita jika menutup  kepala  dengan akhmirah  (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang, sehingga dada, leher dan telinganya  tidak  tertutup.  Maka, Allah swt. memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu dada dan lainnya."

Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah r.a.  telah  berkata, "Mudah-mudahan wanita yang berhijrah itu dirahmati Allah."

Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya untuk menutupi apa yang terbuka.

Ketika Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak dari saudaranya yang bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai kerudung (khamirah) yang tipis di  bagian  lehernya,  Aisyah r.a.   lalu   berkata,   "Ini   amat   tipis,   tidak  dapat menutupinya."

---------------------------------------------------
Fatawa Qardhawi: Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah

0 komentar:

Posting Komentar